Mini Case 4 : RIM dan Strateginya di Indonesia

Bulan lalu, Research In Motion secara resmi mengumumkan dibukanya kantor perwakilan perusahaan produsen perangkat Blackberry itu di Indonesia. Hal ini dilakukan setelah RIM beroperasi bersama rekananan mereka di Indonesia selama 6 tahun menjual perangkat Blackberry dan layanan purna-jual.

Tentu saja pertanyaan yang timbul adalah : kenapa baru sekarang RIM membuka kantor di Indonesia? Kenapa tidak dari dulu? Dan apa strategi mereka untuk penetrasi market Indonesia lebih jauh?

Seperti yang sudah kita tahu, Blackberry merupakan perangkat yang fenomenal di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Bandung. Lihat saja di perkantoran di Jakarta, rasanya kita bisa melihat Blackberry ada dimana-mana. Dan tahun ini rasanya persaingan untuk Blackberry menjadi agak sedikit ketat dengan masuknya smartphone lain seperti Nokia dan juga Android yang kian populer mengalahkan iPhone di Indonesia.

Dengan mulai ketatnya persaingan smartphone di Indonesia, ada baiknya RIM  langsung terjun langsung ke lapangan untuk me-maintain semua unsur yang berkaitan dengan Blackberry, mulai dari komunitas developer, komunitas pengguna hingga ke para telco dan retailer. Hal ini bisa dilihat dari beberapa lowongan pekerjaan yang dibuka oleh RIM untuk operasional di Indonesia, mulai dari sales & marketing, sampai ke Community Manager dan Social Media Strategist.

Memang Indonesia adalah pasar yang unik, sebuah market yang tidak bisa diperlakukan sama dengan pengguna di negara lain, bahkan negara tetangga Singapura dan Malaysia sekalipun. Behavior Indonesia luar biasa unik, dan untuk itu RIM memang sudah seharusnya terjun langsung ke Indonesia.

Lalu, kira-kira apa yang akan dilakukan RIM di Indonesia? Strategi apa yang akan diterapkan?

Selama ini RIM mengandalkan penjualan perangkat Blackberry kepada partnership dengan telco, meskipun hal ini justru memicu banyaknya Blackberry yang ilegal, sepertinya RIM tidak akan beralih dari strategi ini. Hal ini pula yang memupuk hubungan baik antara RIM dengan telco, memungkinkan penekanan harga untuk Blackberry Services dari para telco.

Masalah lain yang dihadapi Blackberry adalah sangat minimnya aplikasi buatan third party jika dibandingkan dengan iPhone dan Android. Saya justru berfikir bahwa aplikasi third party ini merupakan salah satu kunci utama kepopuleran Android di Indonesia selain affordability-nya. Ada baiknya RIM mulai menggencarkan effort ekstra untuk menjaring pengembang aplikasi untuk Blackberry di Indonesia, meskipun karakter aplikasinya agak berbeda dengan Android dan iPhone.

Selain itu, localization dan customization juga akan menjadi masalah serius untuk RIM. Dimana RIM harus mampu menyuguhkan konten lokal di perangkat Blackberry mereka jika ingin melebarkan market share mereka. Strategi ini berjalan sukses untuk Nexian yang mampu mendapatkan 25% market share di Indonesia, terutama di kelas menengah kebawah. Mungkin bukan menjadi prioritas utama dari RIM untuk mengincar pasar bawah, namun expansi di kalangan menengah masih bisa dikejar dengan menerapkan strategi ini.

This entry was posted in Mini Case. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *